Rabu, 11 Januari 2012

Memberi dengan bijak

Alkisah, di suatu acara reuni
suatu angkatan dari alumni memberikan
tanda penghargaan dan terima kasih
kepada mantan guru mereka di smp.
Tindakan yang tidak salah.




Kemudian, selang dua  tiga hari berjalan
komentar ketidakpuasan muncul
dari guru sd,
mengapa yang diberi hanya guru smp,
apakah guru sd tidak berjasa
mendidik mereka.
Komentar yang tidak salah.


Lalu, setelah dua tiga minggu berlalu
satu dua alumnus ke almamater
mewakili angkatannya
meminta alamat guru dan pensiunan guru
karena mereka tergugah
dan ingin memberi sesuatu
kepada para guru yang pernah berjasa
di dalam hidup mereka.
Tindakan yang mulia.

Setelah itu, cerita tentang sinterklas ini beredar
di antara guru yang sudah lama berkarya,
saling menanyakan dan bertukar cerita.
Muncullah komentar baru,
merasa alumni tidak adil dan pilih kasih.
mengapa guru yang sudah lama mengabdi,
tidak diberi perhatian yang sama,
kriteria apa yang digunakan ?
Apakah guru yang kejam akan dilupakan ?
apakah guru yang kaya akan diabaikan ?

Mungkin alumni yang ingin memberi
harus lebih bijak lagi,
memberikan sesuatu kepada guru
tanpa melihat latar belakang sang guru,
memberi dengan tulus,
sekedar rasa penghargaan,
sama rata, sama rasa,
dan semua prasangka buruk dihilangkan.

Memberi dengan bijak,
hanya tangan kanan yang terjulur,
dan tangan kiri tidak melihat
karena terlipat di belakang pinggang.

Memberi dengan bijak,
bukan bijak berperi.