Minggu, 08 April 2012

Setelah batu penutup terguling

Renungan Paskah 2012 :

Di pagi itu,
batu penutup gua terguling,
di dalamnya kosong,
Seorang pria berbaju putih kemilau,
wajahnya bersinar dan tersenyum,
berujar dengan lembut :
Yang kalian cari sudah pergi ke Galilea.
Hanya tampak kain kafan tergulung
Sang Guru tidak tampak.
Tak ada warna ungu
yang semburat di dinding gua.
Lamat - lamat tercium
aroma minyak mur dan gaharu
tertepis angin lembut berlalu.



Di pagi itu,
batu penutup gua terguling,
udara sekitar terhirup segar,
melegakan dada,
menjernihkan pikiran.
Ada rasa baru,
terhimpun di dada,
menyelimuti pikiran.
Ada rasa haru,
yang dikuatirkan sudah pergi,
tak ada gundah di hati,
hanya gembira berseri,
dan ini bukan mimpi.




Di pagi itu,
batu penutup gua terguling.
Ada kesadaran baru,
maut sudah dikalahkan,
janganlah kuatir akan hari esok,
karena hari ini adalah hari ini,
bukan hari esok.
Jalani hari ini demi hari esok,
persiapkan harapan
yang menjadi bekal di hari esok,
seperti hari kemarin
yang menjadi landasan hari ini.





Di pagi itu,
setelah batu penutup gua terguling,
apa yang kau pikirkan,
apa yang kau dapatkan ?





Di pagi itu,
setelah batu penutup gua-mu terguling,
lepaskan kekuatiranmu,
peluklah kesadaran baru,
di ruang batinmu,
setelah batu penutup gua-mu terguling.




( ditulis di hari Minggu Paskah malam )

Sabtu, 07 April 2012

Tiga tiang salib berwarna ungu

Renungan Paskah 2012  :

Tiga tiang salib berwarna ungu
tegak di atas bukit,
belasan jam yang lalu,
yudas iskariot yang menunjukkan jalan,
jarinya menusuk
menghunjam jauh ke lambungNya.



Tiga tiang salib berwarna ungu
tegak di atas bukit,
beberapa jam yang lalu,
kayafas yang menjatuhkan palu tuduhan
dan pilatus mencoba cuci tangan
menyeka tangannya dengan mahkota duri.



Tiga tiang salib berwarna ungu
tegak di atas bukit
berpuluh menit yang lalu
sang guru tertatih - tatih
memanggul dan menyeret
salib lambang dosa kita
dibantu simon kirene di sepenggalan jalan,
terjatuh dan terjatuh lagi.


Tiga tiang salib berwarna ungu
tegak di atas bukit,
pilihan sudah dijalaniNya
tugas sudah dipenuhiNya
sampai ke akhir perih,
penuh derita,
penuh sengsara,
tapi itulah keputusanNya.



Tiga tiang salib berwarna ungu
tegak di atas bukit.
Mimpi si tiang kayu
sudah terwujud,
berada di tempat tertinggi di atas bumi,
menyanggah sang juru selamat berdiri,
penuh luka dan perih.
memenuhi janji dari hati



Tiga tiang salib berwarna ungu
tegak di atas bukit.
Pelupuk mataku mendadak perih
hanya warna ungu menyaput
dan ...
tiga tiang salib berwarna ungu
tegak di atas bukit,
aku berlutut dan tertunduk
dan ...
warna ungu menyelimuti matahari terik.

Tiga tiang salib berwarna ungu
masih tegak di atas bukit.

Tiga tiang salib berwarna ungu......


( menjelang dini hari sabtu malam Paskah 2012 )

Jumat, 06 April 2012

In Memoriam : Bruder Heribertus, BM

Ingatan berputar kembali ke tujuh bulan lalu.
Ketika itu Bruder Heri berjalan santai
melintasi lapangan upacara SMP BM.
Tak terlihat penampilan aristokrat,
gaya flamboyan ataupun professor,
gaya selebrities ataupun atlet.
Terlalu sederhana untuk  penampilan seorang bruder
yang pernah menjadi kepala sekolah sd,
yang dulu pernah mengajar
di SD Budi Mulia Pangkalpinang selama 2-3 tahun.
Perkenalan kami pun sekilas saja,
"Heri", jawab bruder ketika kutanya namanya.
Sederhana saja.

Kemudian, hari - hari selanjutnya,
kami hanya bertegur sapa selintas di tempat parkir motor.

Ingatan berputar kembali,
ketika itu kami menyaksikan murid smp
sedang senam pagi setiap jumat.
Komentar Bruder Heri :
di Jakarta tak ada acara seperti ini.

Ingatan berputar sekali lagi,
waktu kami bertemu di ruang tata usaha SD,
dan ada celetukan
tentang gula pasir yang habis,
minta o b yang membeli,
bruder lalu bercanda :
tak usah beli,
di sini sudah ada gudang gulanya.
Ah, ternyata bruder menderita diabetes.

Ingatan meluncur lagi,
saat itu adalah hari pertama kami mengikuti seminar
dari Bruder Bambang.
Ketika itu kutanya,
apa masih minum propolis madu,
dan jawabannya : masih.
berarti kesembuhan adalah tujuan,
bukan pelengkap.

Ingatan meluncur lagi dan lagi,
ada suatu hari,
ketika mampir di kantor guru SMP,
dan bruder menawarkan kolak singkong
yang sudah tersedia sepanci penuh,
yang manis dan enak,
dan maafkan aku, bruder,
karena saat itu aku bertanya dalam hati,
apakah bruder juga makan kolak ini ?
Penderita diabetes harus menghindari yang manis legit seperti ini.

Ingatan terus meluncur,
betapa terkejutnya aku ketika melihat
Bruder Edu mengajar agama di SMP
menggantikan Bruder Heri,
ternyata,
Bruder Heri bermasalah dengan matanya,
dan sedang dirawat di rumah sakit di Yogya,
demikian ceritera dari Bruder Vinsen.

Ingatan meluncur lagi sampai ke dua bulan lalu,
betapa gembiranya melihat bruder sudah sehat
walau kurus,
kembali mengajar di SMP.
Lalu terdengar kabar bruder masuk bhakti wara
karena luka di kaki,
lalu,
terdengar kabar duka di pagi hari,
di hari kamis yang sibuk :
sang sederhana sudah kembali
ke pangkuan Bapa di alam Ilahi.

Dan inilah kata hati,
untuk mengantar bruder
setelah dua hari menemani dalam kebisuan :
Rest in Peace, bruder,
Senang bisa seiring sejalan sejenak,
Gembira dapat bertemu bruder
yang mampir di kehidupan ini.
Rest in Peace, Bruder Heri, Rest in Peace.
Requiem in pacem.


(ditulis di malam Jumat Agung, menjelang Paskah 2012)