Sabtu, 26 Mei 2012

Peluk daku, Guru ! (Cerita ketiga)

Peluk daku, guru
Cuaca panas sekali tadi di sekolah,
angin sepoi lembut bertiup,
tak mampu menguapkan keringatku,
semua teman di kelas mengeluh,
pak guru bercucuran keringat di keningnya,
bu guru menguncir rambutnya ke atas,
tengkuknya sudah basah
andai saja kelasku ber-ac seperti sekolah di jakarta.


Peluk daku, guru
Sedang kutimang black berry di tanganku,
mencari ide
untuk mengirim message ke temanku,
di kamarku yang terasa sejuk menggigit,
setelah duduk nyaman di mobil crv papi,
dan makan siang ayam goreng kentucky kesukaanku tadi.

Peluk daku, guru
Terasa sunyi di rumah,
mami ke salon langganannya,
papi main golf bersama rekan bisnisnya,
adik kecil dijaga suster yang pendiam,
sambil menonton cerita artis
yang tak tahu malu,
di layar tivi 52 inci.

Peluk daku, guru
Sedang kunikmati
game counter strike kesukaanku,
suara letusan senapan
terasa merdu di telingaku,
dentumannya mengiang di benakku,
andai saja besok minggu aku diajak
ke medan pertempuran di pantai sana,
menjadi serdadu beneran,
walau cuma sesaat,
rasanya pasti menyenangkan.

Peluk daku, guru
Banyak fasilitas mengelilingiku,
banyak limpahan materi di sekelilingku,
tapi hatiku hampa,
tak ada kehangatan cinta di dalamnya,
orangtuaku sibuk dengan acaranya,
aku dianggap pajangan di rumah,
ditinggal semaunya,
irama hidupku hanya mengikuti jadwal,
sekolah, les, les, game, tidur.

Peluk daku, guru
Kucari teman sekolah lewat bbm,
tak banyak teman yang punya bbm rupanya.
hanya si tengil badu yang punya,
tapi aku tak suka dia.
si tengil itu suka pamer sepatu nike baru,
padahal kutahu itu palsu imitasi.
kucoba ke rumah budi di ujung kota sana,
yang pintar, baik hati dan peduli,
tapi mami melarangku,
kata mami, rumahnya pondok sempit dan kusam,
banyak kotoran binatang di depan rumahnya,
bajunya lusuh terkikis tahun,
rasanya tidak cocok bermain dengannya, kata mami.

Peluk daku, guru
jadilah aku burung di sangkar emas,
indah dipandang,
tak punya kebebasan,
gemerlap ditimang - timang,
galau di perasaan,
hanya bisa melewati hari demi hari,
entah apa yang dicari.

Peluk daku, guru
tak tahu lagi aku apa itu kasih sayang,
tak tahu lagi aku apa itu kebahagiaan sejati,
tak tahu lagi aku arti jati diri.

Peluk daku, guru
masihkah ada kehangatan cinta untukku ?

Kamis, 24 Mei 2012

Sejenak

Sejenak,
duduklah di sini, sayang
setelah penat menerjang
dan jenuh mendera,
diguyur ujian
selama bulan lalu,
dan mendaki
di gunung terjal usaha meraih nilai terbaik.

Sejenak,
legakan napasmu, sayang
di pundak papa,
melabuhkan lelah pikiran,
biarkan menguap
ke seantero angkasa,
dan air matamu
biarkan mengalir setetes,
bercampur keringat papa
di dada kelegaan ini.

Sejenak,
bersitkan senyummu, sayang
karena itu adalah cahaya
di dalam hati papa,
seperti kerlip bintang
di langit sana,
karena anak papa
adalah bintang di hati papa,
walau tak secerah sinar rembulan,
tak seterik matahari siang.

Sejenak,
mari kita tersenyum  bersama
dengan mama di tengah,
mari kita tertawa bersama,
sejenak.
Besok,
jalan akan berbeda lagi.
Sejenak,
kita lupakan tantangan yang menunggu di depan,
sejenak.


Sabtu, 05 Mei 2012

Anak panah patah

Puisi ini di-ilham-i oleh kepergian ananda Hubertus Theo Kristanto, dalam usia 3 tahun 1 bulan, pada Minggu 23 April 2012.
Puisi ini dimuat setelah mendapat ijin dari bu Lusia Warjanti, ibunda Theo dan tentunya juga pak Abu, ayahanda Theo.  
Teriring lantunan doa untuk ananda Theo. 

Sebatang anak panah
sudah di genggaman
dipasang di tali busur
siap dilepaskan menuju hari esok
tiba - tiba patah
di tengah jepitan jari cinta
yang mengusap dengan mesra.

Sebatang anak panah
sudah patah,
jatuh ke telapak kaki,
bunyinya berdenting satu kali
menusuk gendang telinga
apakah ini bukan mimpi ?


Sebatang anak panah
sudah patah,
tergeletak di hati,
riuh gelaknya masih terngiang
menggores kenangan di hati
lamat - lamat terasa perih.


Sebatang anak panah
sudah patah,
disimpan di dalam kesemestian,
meninggalkan tapak tanya tak terduga
mengapa ini mesti terjadi ?
Sebatang anak panah
sudah patah,
serpihannya menusuk telapak kaki,
hikmah apa yang terlihat selama ini ?
men-syukur-i kebersamaan selama tiga tahun ini ?
merelakan keterikatan dunia kepada Sang Ilahi ?

Sebatang anak panah
sudah patah,
dan doa ketabahan
membumbung tinggi
ke hadirat Sang Pemilik Sejati.

Sebatang anak panah
sudah patah,
biarkan hati yang mengkaji
semua kehendak Ilahi.

Sebatang anak panah
sudah patah...