Sodorkanlah acara lomba akademik
kepada murid yang memasuki
tingkat akhir sekolah dasar
di Budi Mulia tercinta ini.
Dan terbelalaklah mata
betapa kecil semangatnya
untuk berkompetisi
menunjukkan kemampuan
dan kepandaian.
Dan eluslah dadamu
melihat reaksi mereka,
dengan berbagai alasan
dan kambing hitam
yang dijadikan tameng untuk mengelak.
Tidak punya waktu,
les yang kuikuti banyak
dan waktunya berbenturan,
ibuku tidak bisa mengantar,
( atau tidak mau mengantar ? ).
ayahku tidak mengijinkan,
( tak ada gunanya, kata ayah )
takut kalah,
ucap lirih seorang anak.
( ketika mengucapkan itu, dia sudah kalah,
tak perlu berperang lagi )
Dan, eluslah dadamu sekali lagi.
Apa hadiahnya, pak ?
beberapa anak bertanya
dengan tatapan mata yang berbinar.
Apa yang dicari hanya hadiah materi ?
bukan kemampuan diri yang lebih esensi,
untuk membuktikan eksistensi
dan jati diri
dibalut harga diri.
Dan, eluslah dadamu untuk terakhir kali.
Tak ada semangat kompetisi
yang muncul di binar sorot mata mereka,
tak ada kemilau sinar antusias di raut wajah mereka,
Hanya ada jelalatan bola mata kiri dan kanan,
mencari cara untuk menghindar,
dan bergegas menuju waktu
yang telah disepakati dengan teman
untuk main game dor - doran.
Zaman sudah berubah, anak muda.
sudah berubah,
tak seperti dulu lagi,
hidup hanya dijalani
untuk kesenangan diri.
Tak ada investasi akademik berarti
untuk diri sendiri.
Eluslah dadamu sekali lagi,
kalau masih ingin kau elus.