Jumat, 10 September 2010

Tiga keping iman

Di suatu pagi
hari minggu 18 juli 2010.
di katedral santo yosef.
di pinggir barisan bangku
duduk kami bertiga,
menunggu misa dimulai,
menyisakan satu tempat duduk
di samping kananku.


Seorang bapak berbaju batik,
bergegas menyelip di sampingku.
tak berbasa basi.
karena misa sudah dimulai.

Mulanya semua berjalan seperti biasa,
sampai doa Anak Domba Allah,
sang bapak mengeluarkan cawan datar,
berlapis warna emas dengan tutupnya.
melapnya dengan kain putih,
meletakkan cawan di telapak kirinya
dan berbaris menghampiri prodiakon.

Ketika sampai gilirannya,
terucap permintaannya,
dua eh... tiga hosti diminta.
Pro diakon memenuhinya
tanpa banyak tanya,
mungkin sudah kenal,
mungkin sudah terbiasa,
mungkin tak mau banyak debat
dan membuat keributan.

Satu hosti ditelan,
dua tersimpan di cawan.

Kembali ke bangku,
doa dipanjatkan,
tanpa perlu duduk,
cawan dibungkus kain
dengan takzim
dan berlalu pulang,
padahal misa belum usai.

Tuhan,
ada apa ?
Apakah sekeping tubuhMu tidak cukup untuknya,
dan dia perlu stok untuk acara lain di hari minggu ini ?
Atau,
dua keping iman itu
untuk yang sakit di rumah,
dan untuk yang menemani si sakit ?
Karena si sakit tidak dapat mengikuti misa,
jadi boleh diwakili ?

Anakku yang berusia sepuluh tahun
berbisik :
wah, hostinya bisa jadi darah lho...
Karena dia teringat cerita pastur
di Lingkungan dulu,
bahwa ada seorang bapak yang nakal,
menerima hosti
tapi tidak ditelan,
hanya dikantongi di saputangan,
dan ketika sampai di rumah,
hosti menjadi darah,
dan bapak nakal menjadi setengah gila.

Ah,
tiga keping iman untuk sang bapak,
semoga berguna,
dan menyadarkan,
walau secara liturgi tidak boleh,
tapi...
que sera - sera,
ad maiorem Dei gloria.