Tampilkan postingan dengan label Refleksi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Refleksi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 01 Agustus 2013

Berlari

Suara lirih ini ditulis ketika setiap akhir tahun ajaran, melihat generasi penerus harus pergi menuju pengalaman yang lebih tinggi, mendaki terjalnya kehidupan setiap hari. Mereka adalah kelas enam yang sudah saatnya pergi menuju esok hari, menyongsong mentari pagi. 

Berlari, nak, berlari,
kejar impian yang pasti,
lakukan dengan gigih.

Berlari, nak, berlari,
kejar impian yang jernih,
lakukan dengan setulus hati.

Berlari, nak, berlari,
kejar harapan senantiasa,
dengan langkah pasti.

Berlari, nak, berlari,
kejar harapan baru,
beralaskan iman suci.


Berlari, nak, berlari,
jaman sudah berubah,
tak ada lagi kata : tunggu.

Berlari, nak, berlari,
berlari sepanjang hari,
sendiri,
tak perduli,
sepenuh hati.

Berlari, nak, berlari,
raih yang dicari,
tinggalkan yang perih.

Berlari, nak, berlari,
sampai ke ujung janji,
sampai penat menanti,
di sepenggal jalan,
bersama hati yang luruh,
mengalir tertatih,
di ujung hari.

Berlari, nak, berlari......



Rabu, 06 Juni 2012

Peluk daku, Guru ! (Cerita Keempat)

Peluk daku, Guru.

hujan lebat di siang hari,
sekolah kuyup diguyur,
air menetes di semua pojok,
ingusku ikut meleleh,
kususut tak mau berhenti,
kuhapus, tetap saja mengalir,
tak peduli, sambil berlari kecil,
kucari ibu di pojok ruang tunggu,
menerobos guyuran air langit,
sedikit omelan dan cubitan kudapat,
dan sebutir pempek tersumbat di mulutku,
lalu ibu bergegas menerobos terpaan air,
sambil membopong keranjang persegi
di pinggangnya,
menuju kantor guru,
dipanggil karena banyak yang lapar,
di udara dingin menyergap.
ku ikut dengan patuh,
karena tak ingin kehilangan pandangan
dari wajah ibu yang cantik.





Peluk daku, Guru.

di sinilah aku di kantor guru,
sambil tetap mengulum potongan pempek,
yang rasanya asin bercampur ingus,
melihat ibu melayani konsumen,
dan wajah ramah mengelus rambutku,
memandangku sambil tersenyum,
bertanya siapa namaku,
terbata - bata aku  menjawab,
menyebut namaku tergagap,
dan senyum ramah itu tetap mengikutiku.

Peluk daku, Guru.

kupandang ibuku dengan mesra,
wajah yang membuatku bangga,
karena ibu ikut berjuang,
membesarkanku dengan kasih sayang,
membantu ayah dengan berjualan,
sekeranjang otak - otak dan pempek setiap hari,
sehingga penghasilan ayah
sebagai penjahit,
cukuplah melewati hari.
untuk kami bertiga
menapaki mimpi.

Peluk daku, Guru.

inilah aku si balita ingusan di sekolah ini,
masih jauh mimpi dapat kuraih,
masih lama cita - cita dapat kugapai,
tak peduli aku,
selama ibu ada di sampingku,
selama ayah berjibaku,
kami bertiga tetap mampu,
meniti sehari demi sehari,
sambil berlari,
menerobos air langit
di kehidupan ini.

Peluk daku, Guru.

mimpiku akan kuraih,
nanti.


(Terima kasih kepada Harianto T. 81 yang telah menyumbangkan foto hitam putih-nya)

Kamis, 24 Mei 2012

Sejenak

Sejenak,
duduklah di sini, sayang
setelah penat menerjang
dan jenuh mendera,
diguyur ujian
selama bulan lalu,
dan mendaki
di gunung terjal usaha meraih nilai terbaik.

Sejenak,
legakan napasmu, sayang
di pundak papa,
melabuhkan lelah pikiran,
biarkan menguap
ke seantero angkasa,
dan air matamu
biarkan mengalir setetes,
bercampur keringat papa
di dada kelegaan ini.

Sejenak,
bersitkan senyummu, sayang
karena itu adalah cahaya
di dalam hati papa,
seperti kerlip bintang
di langit sana,
karena anak papa
adalah bintang di hati papa,
walau tak secerah sinar rembulan,
tak seterik matahari siang.

Sejenak,
mari kita tersenyum  bersama
dengan mama di tengah,
mari kita tertawa bersama,
sejenak.
Besok,
jalan akan berbeda lagi.
Sejenak,
kita lupakan tantangan yang menunggu di depan,
sejenak.


Sabtu, 07 April 2012

Tiga tiang salib berwarna ungu

Renungan Paskah 2012  :

Tiga tiang salib berwarna ungu
tegak di atas bukit,
belasan jam yang lalu,
yudas iskariot yang menunjukkan jalan,
jarinya menusuk
menghunjam jauh ke lambungNya.



Tiga tiang salib berwarna ungu
tegak di atas bukit,
beberapa jam yang lalu,
kayafas yang menjatuhkan palu tuduhan
dan pilatus mencoba cuci tangan
menyeka tangannya dengan mahkota duri.



Tiga tiang salib berwarna ungu
tegak di atas bukit
berpuluh menit yang lalu
sang guru tertatih - tatih
memanggul dan menyeret
salib lambang dosa kita
dibantu simon kirene di sepenggalan jalan,
terjatuh dan terjatuh lagi.


Tiga tiang salib berwarna ungu
tegak di atas bukit,
pilihan sudah dijalaniNya
tugas sudah dipenuhiNya
sampai ke akhir perih,
penuh derita,
penuh sengsara,
tapi itulah keputusanNya.



Tiga tiang salib berwarna ungu
tegak di atas bukit.
Mimpi si tiang kayu
sudah terwujud,
berada di tempat tertinggi di atas bumi,
menyanggah sang juru selamat berdiri,
penuh luka dan perih.
memenuhi janji dari hati



Tiga tiang salib berwarna ungu
tegak di atas bukit.
Pelupuk mataku mendadak perih
hanya warna ungu menyaput
dan ...
tiga tiang salib berwarna ungu
tegak di atas bukit,
aku berlutut dan tertunduk
dan ...
warna ungu menyelimuti matahari terik.

Tiga tiang salib berwarna ungu
masih tegak di atas bukit.

Tiga tiang salib berwarna ungu......


( menjelang dini hari sabtu malam Paskah 2012 )

Sabtu, 17 Maret 2012

Peluk daku, Guru ! (Cerita Kedua)

Peluk daku, Guru !
Minggu ini terasa melelahkan.
Setiap hari harus belajar giat
membaca, menghafal dan berhitung,
buku pelajaran bertumpuk di mejaku
ulangan mendera berurut
omelan guru terngiang di telinga :
belajar, belajar, belajar...


Peluk daku, Guru !
ayah mudah marah di rumahku,
ringan tangan dan ketus,
gara - gara harga timah merosot,
penghasilan ayah berkurang,
malah terancam bangkrut,
karena ekonomi di sini
seperti lingkaran setan,
jatuh di satu sisi
menyeret sisi yang lain
dan rontoklah ekonomi sebagian besar,
seperti susunan kartu remi punyaku
ditiup angin kencang dari jendela,
kartu uang sekolah pun
masih terselip di buku tulis,
sudah dua bulan ayah tak menanyakan
satu kali pun tentang uang sekolah,
ibu lebih memerlukan uang
untuk membeli beras
dan obat penurun demam untuk adik.

Peluk daku, Guru !
masuk ke kelas terasa menyesakkan,
lembaran kertas soal seperti melotot,
angka empat sudah terbayang
di halaman muka,
mungkin aku harus mengulang setahun lagi,
nilaiku kurang dari pas - pasan,
sepertinya aku
jadi anak terbodoh di dunia ini.


Peluk daku, Guru !
Masalah datang silih berganti,
persoalan tak puas mengunjungi,
hanya sesuatu yang menguatkan,
melihat linangan air mata ibu,
di larut malam
ketika hujan gerimis membasahi bumi,
aku harus belajar
biar kelak bisa menjadi orang kaya,
seperti yang kulihat di film korea,
di suatu hari di masa depan,
biar ibu dapat menikmati hari tuanya
dengan bahagia
setelah berkorban banyak
selama ini.

Peluk daku, Guru !
biarkanlah air mataku
membasahi dadamu.
Berikan daku
tiga puluh detik kehangatan
untuk melegakan daku.



Peluk daku, Guru !
Akan kuingat ini selalu.

Minggu, 11 Maret 2012

Tiada yang tahu, sayang.

Tiada yang tahu, sayang
ketika kau bertanya,
mengapa kakek bisa meninggal
dijemput maut tanpa bilang - bilang
di suatu tempat
di suatu waktu
dengan cara yang entahlah.


Tiada yang tahu, sayang
ketika kau bertanya,
menjadi apakah aku kelak,
orang kayakah,
orang miskinkah,
orang terkenalkah,
orang terlupakankah,
orang baikkah,
orang jahatkah,
orang sukseskah, 
orang terpurukkah,


Tiada yang tahu, sayang
karena kita tidak bisa 
melihat ke masa depan,
hanya lamunan kita menerawang,
hanya pikiran kita berkhayal,
waktu yang menunjukkan,
di suatu saat,
di suatu tempat.
yang bergulir menuju akhir perjalanan.


Tiada yang tahu, sayang
hanya waktu yang akan menjawab,
que sera - sera,
yang akan terjadi, 
terjadilah. 
Janganlah kuatir akan hari esok,
karena hari esok 
mempunyai jalannya sendiri,
menuju ke muara kehidupan,
                                                      di suatu hari,
                                                      entah sekarang
                                                      atau nanti.


Tiada yang tahu, sayang.
Tiada.

Minggu, 26 Februari 2012

Eluslah dadamu beberapa kali

Sodorkanlah acara lomba akademik
kepada murid yang memasuki
tingkat akhir sekolah dasar
di Budi Mulia tercinta ini.
Dan terbelalaklah mata
betapa kecil semangatnya
untuk berkompetisi
menunjukkan kemampuan
dan kepandaian.

Dan eluslah dadamu
melihat reaksi mereka,
dengan berbagai alasan
dan kambing hitam
yang dijadikan tameng untuk mengelak.



Tidak punya waktu,
les yang kuikuti banyak
dan waktunya berbenturan,
ibuku tidak bisa mengantar,
( atau tidak mau mengantar ? ).
ayahku tidak mengijinkan,
( tak ada gunanya, kata ayah )
takut kalah,
ucap lirih seorang anak.
                                                     ( ketika mengucapkan itu, dia sudah kalah,
                                                       tak perlu berperang lagi )

Dan, eluslah dadamu sekali lagi.

Apa hadiahnya, pak ?
beberapa anak bertanya
dengan tatapan mata yang berbinar.
Apa yang dicari hanya hadiah materi ?
bukan kemampuan diri yang lebih esensi,
untuk membuktikan eksistensi
dan jati diri
dibalut harga diri.

Dan, eluslah dadamu untuk terakhir kali.

Tak ada semangat kompetisi
yang muncul di binar sorot mata mereka,
tak ada kemilau sinar antusias di raut wajah mereka,
Hanya ada jelalatan bola mata kiri dan kanan,
mencari cara untuk menghindar,
dan bergegas menuju waktu
yang telah disepakati dengan teman
untuk main game dor - doran.

Zaman sudah berubah, anak muda.
sudah berubah,
tak seperti dulu lagi,
hidup hanya dijalani
untuk kesenangan diri.
Tak ada investasi akademik berarti
untuk diri sendiri.


Eluslah dadamu sekali lagi,
kalau masih ingin kau elus.

Rabu, 15 Februari 2012

Menikmati kegagalan


Kegagalan adalah
proses berprasangka buruk,
mencari - cari kesalahan panitia lomba,
dan tidak bersyukur.

Kegagalan adalah
mencari kutu di seberang lautan
tidak tampak gajah di pelupuk,
dan tidak bersyukur.

Kegagalan adalah
semangat yang mengendor
semua dilihat dengan kacamata negatif
dan tidak bersyukur.

Menikmati kegagalan adalah
menundukkan kepala
mengatupkan telapak tangan di dada
dan bersyukur :
Tuhan, ampuni daku.

Menikmati kegagalan adalah
memejamkan mata
meneteskan air mata
dan melihat kesadaran
betapa tidak berterimakasihnya daku
dan tidak bersyukur,
sudah ada Dia yang mengatur.


Menikmati kegagalan adalah
membuka kelopak mata
dan tersenyum simpul
dunia sangat cerah
penuh sinar kesadaran
diselingi sinar kerelaan
untuk tetap berjuang
menjalani hidup penuh tantangan


Menikmati kegagalan adalah
..................


( huruf bergaris bawah adalah kutipan kalimat dari Br. Anton Simbolon, BM )

Rabu, 11 Januari 2012

Memberi dengan bijak

Alkisah, di suatu acara reuni
suatu angkatan dari alumni memberikan
tanda penghargaan dan terima kasih
kepada mantan guru mereka di smp.
Tindakan yang tidak salah.




Kemudian, selang dua  tiga hari berjalan
komentar ketidakpuasan muncul
dari guru sd,
mengapa yang diberi hanya guru smp,
apakah guru sd tidak berjasa
mendidik mereka.
Komentar yang tidak salah.


Lalu, setelah dua tiga minggu berlalu
satu dua alumnus ke almamater
mewakili angkatannya
meminta alamat guru dan pensiunan guru
karena mereka tergugah
dan ingin memberi sesuatu
kepada para guru yang pernah berjasa
di dalam hidup mereka.
Tindakan yang mulia.

Setelah itu, cerita tentang sinterklas ini beredar
di antara guru yang sudah lama berkarya,
saling menanyakan dan bertukar cerita.
Muncullah komentar baru,
merasa alumni tidak adil dan pilih kasih.
mengapa guru yang sudah lama mengabdi,
tidak diberi perhatian yang sama,
kriteria apa yang digunakan ?
Apakah guru yang kejam akan dilupakan ?
apakah guru yang kaya akan diabaikan ?

Mungkin alumni yang ingin memberi
harus lebih bijak lagi,
memberikan sesuatu kepada guru
tanpa melihat latar belakang sang guru,
memberi dengan tulus,
sekedar rasa penghargaan,
sama rata, sama rasa,
dan semua prasangka buruk dihilangkan.

Memberi dengan bijak,
hanya tangan kanan yang terjulur,
dan tangan kiri tidak melihat
karena terlipat di belakang pinggang.

Memberi dengan bijak,
bukan bijak berperi.

Minggu, 25 Desember 2011

Ini Bulan Desember

Ini bulan Desember
Bulan penuh kabar gembira
Bulan pembagian rapor semester satu
Bulan sang guru menjadi sinterklas 
atau piet hitam
ketika pikiran dan perasaan 
bercampur baur.


Ini bulan Desember
Bulan penuh kabar gembira
Bulan pembagian bonus akhir tahun untuk guru dan karyawan
Bulan penghasilan yang bertambah setahun sekali
Ketika bonus menjadi relatif nilainya.
cuma setiupan angin 
atau menjadi rasa syukur.


Ini bulan Desember
Bulan penuh kabar gembira
Bulan sesudah reuni sekolah
yang menyadarkan alumni
betapa bersahajanya kehidupan 
para pensiunan guru
Sesudah tiga dasawarsa lebih mengajar
Karena itu tergeraklah hati mereka
meniru sinterklas membagikan hadiah
sedikit rasa perduli untuk guru tercinta
amplop natal yang menggembirakan.

Ini bulan Desember
Bulan penuh kabar gembira
Ketika kabar gembira diwartakan
dan semua umat bersorak : Alleluya
dan denting musik mengalun
syahdu, indah dan gembira
mengalun ke relung hati kita
menjadi cermin untuk berkaca
setelah setahun berlalu
Merefleksikan pikiran
Merefleksikan perasaan
Memantulkan kebesaran hati
Menyinarkan kejernihan jiwa
Seperti kilau bintang di langit timur

Selamat hari Natal
Gloria in excelsis Deo
Ad Maiorem Dei Gloria.