Tampilkan postingan dengan label Purnabakti. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Purnabakti. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 28 September 2013

Ketika daun mulai menguning ( 3 ), ibu Rosdiana

Ketika daun mulai menguning,
saat itulah sang daun
mulai mempersiapkan diri,
apakah akan menunggu
menjadi coklat
di pucuk tangkai,
dan melayang jatuh
dengan daun yang mengering
dan sedikit sobek ?
atau akan jatuh lebih dulu
dan melayang dengan anggun
terlihat masih segar,
terlihat masih indah ?


Adalah ibu Rosdiana,
yang sudah mencapai usia pensiun
akhir Juni ini,
setelah empatpuluh dua tahun mengajar,
termasuk diriku ketika di kelas 4,
dan itu bukanlah waktu yang sebentar,
bukan perjalanan yang mudah dan lancar,
penuh dinamika,
suka dan duka,
penuh nostalgia,
dan banyak cerita yang dapat dikenang
selama itu.


Adalah ibu Rosdiana,
yang dikenal tegas dan disiplin,
soal mengajar anak di kelas,
semua murid tahu,
dan tak berani macam-macam berulah,
soal bel berbunyi yang salah waktu,
itu bisa jadi complaint
di ruang tata usaha.


Adalah ibu Rosdiana,
yang bangga dengan anak-anaknya,
yang memang patut dibanggakan,
yang berdoa ke hadapan Yang Maha Kuasa,
dan dari tempat tersembunyi terdengar :
Di dalam doa Ibuku, kudengar namaku disebut......




Adalah ibu Rosdiana,
yang jadi chef di sd budi mulia,
yang sudah menyiapkan sajian
di pagi hari,
dan ketika waktu istirahat pertama tiba,
itu artinya ada makanan enak
tersaji dalam rangka suatu acara :
ulang tahun guru,
atau slametan untuk perayaan sesuatu.


Adalah ibu Rosdiana,
yang dulu ketika belum berjilbab,
memberiku hadiah buku tulis,
hadiah pertama selama sekolah,
untuk prestasi juara tiga,
dan itu melecutku
untuk lebih rajin lagi belajar,
mencapai tingkat yang lebih tinggi,
terus berlari...


Adalah ibu Rosdiana,
yang kursi dan meja kebesarannya,
terlihat kosong sekarang,
tak ada lagi 
wajah serius di seberang mejaku,
hanya kenangan yang tertinggal,
tentang suatu waktu
di suatu masa. 


Ketika daun mulai menguning, 
biarlah takdir menunjukkan jalannya,
dan hari- hari mendatang
diisi dengan kegiatan,
sesuai rencana
yang sudah dirancang,
yang diharapkan 
menjadi cemerlang.


Ketika daun mulai menguning,
biarkan sang daun menguning
pelan-pelan,
tanpa tertatih-tatih,
menuju tujuannya,
di ujung hari.






( Hari ini, Selasa 9 Agustus 2011, Upik --- anak ibu Rosdiana, mengirimkan sepucuk email kepadaku mengabarkan bahwa ibu Ros sedang menjalani kemoterapi untuk tumor Tiroid (?) yang mulai tumbuh lagi di leher kanan. Perlu waktu 2 bulan untuk menjalani terapi ini. Ibu Ros menjalani terapi di Yogyakarta, di RS Sarjito. Upik tinggal di Yogyakarta sebagai dosen UGM di Fakultas Ilmu Budaya. Cepat sembuh, bu Ros ! )

Hari ini, Sabtu, 28 September 2013, pukul 16.20, ibu Ros sudah berpulang ke Rahmatullah. Sel kanker telah merenggut senyum manisnya dari pandanganku. Masih terekam jelas senyum itu ketika kami berkunjung ke rumahnya kemarin siang. Walau lebih kurus, wajah cerah bu Ros tetap ceria dengan senyum dikulum itu. Setelah menempuh perjalanan melelahkan dari Yogya untuk sampai di rumah tercinta, ibu Ros memberiku kenangan yang tak dapat kulupakan. Sebelum pergi, ibu masih sempat bersalaman denganku. Selamat jalan, bu Ros. Senyummu selalu mengikuti. 
Yang harus pergi, tetaplah pergi. Yang ditinggal, menunggulah dengan sabar. "Janji" tetap akan datang menjemput, entah kapan. 

Sabtu, 05 Februari 2011

Ketika daun mulai menguning ( 2 ), ibu Cui Yun

ketika daun mulai menguning
akankah daun itu lepas dari tangkainya
dan melayang jatuh  ke bawah ?


ketika bu Cui Yun berumur 60,
masa pensiun telah dimulai.
Akankah beliau melupakan
semua kenangan yang telah dilaluinya ?
38 tahun mengajar,
di sd budi mulia,
mengajar kelas 1 dan 2,
termasuk juga aku,
pernah diajar ketika kelas 2
                                                      tahun 1973
                                                      37 tahun lalu.


ketika waktu berlalu
seperti sekejap memejamkan mata
seperti secuil mimpi
yang tadi malam menyapa
ingatan apa yang tersisa
dan mengisi penuh
rongga dada keharuan ?



ketika menyusuri masa lalu
dan terhenti sejenak
di kelas paling ujung
kelas dua dahulu,
apa yang terbersit di pikiran ?
kelas yang riuh,
teman yang nakal,
senyum ibu yang menawan.


ketika kenangan dulu disusun ulang,
pernah ibu bercerita,
tentang bruder yang disiplin,
yang bisa menampar dengan tiba - tiba,
ketika ada yang berisik di kelas,
yang diam - diam bisa memberikan uang insentif,
untuk ibu yang dinilai terlalu lelah,
mengajar dari pagi sampai siang.


ketika ingatan diputar lagi,
ketika duduk di bangku beton di dekat lonceng,
ibu lewat dan berkata,
nah, kuingat namamu di sd dulu.
ingatan ibu kuat,
senyumku mengembang.
Juga ibu pernah bilang,
di suatu siang sesudah bubaran jam belajar,
                                                      lihatlah anak bm sekarang,
                                                      penuh energi,
                                                      pulang sekolahpun masih bermain,
                                                      berlarian, berkejaran, berebutan bola
                                                      Seandainya prestasi belajar seperti itu...

ketika daun mulai menguning,
biarkan daun itu tetap bertengger,
mungkin daun itu tidak akan cepat layu
dan melayang ke bawah,
mungkin daun hijau di sebelahnya lebih dulu gugur
dan menjadi tumpukan kompos di atas tanah.

ketika daun mulai menguning,
biarkan daun itu mengikuti waktunya,
karena sudah saatnya,
menguning
dan
akan berlalu
dalam hening
yang bening.

Minggu, 19 September 2010

Ketika daun mulai menguning ( 1 ), ibu A Cin

Adalah ibu A Cin,
yang sering bertanya kepadaku,
kenapa selalu memanggul ransel ke mana-mana ?
banyak barang berhargakah di dalamnya ?
Aku hanya tersenyum - senyum,
dan menjawab dalam hati,
aku belum mendapat kursi di ruang guru,
karena semua kursi sudah terisi,
dan ada kamera kesayangan di dalam ransel ini.


Adalah ibu A Cin,
yang ketika berulangtahun bulan agustus,
mengatakan,
aku sudah capek,
sering lupa,
takut menjadi pikun,
karena itu ibu pensiun,
biar tidak menjadi linglung.

Adalah ibu A Cin,
yang mengeluh,
anak murid sekarang nakal,
susah diatur,
tidak mau mendengar,
lebih asyik kong ke dengan teman di kelas
daripada menyimak pelajaran.
Keluhan yang sama,
kulontarkan dua bulan terakhir ini.
Mungkin karena kebanyakan minum susu kaleng sahutku.
Bukan susu kaleng, tapi susu sapi, jawab ibu membetulkan.
Berarti ASI sudah diluppakan ?

Adalah ibu A Cin,
yang berpidato singkat,
di depan ratusan muridnya,
dan menasehati :
kita punya dua mata, dua telinga dan satu mulut,
pergunakanlah dua mata untuk banyak melihat,
dua telinga untuk banyak mendengar,
tapi satu mulut, pergunakanlah dengan bijak,
sedikit bicara.
Mungkin ibu ingat dengan susu kaleng, eh.., susu sapi.

Adalah ibu A Cin,
yang harus ku-minta-i maaf,
karena aku salah menekan tombol,
di kamera yang berposisi vertikal,
sehingga pidato singkat ibu,
di hadapan para murid tersayang,
tidak terekam.
Tetapi empat hari kemudian,
aku baru sadar,
posisi kamera vertikal tidak boleh merekam video,
karena nanti di layar kaca,
leher kita bisa sakit salah bantal.
karena menonton video dengan memiringkan kepala.
Pelajaran berharga karena keteledoranku.

Adalah ibu A Cin,
yang tetap menunjukkan sikap seorang guru,
membetulkan letak kerah baju seorang murid,
ketika bersalaman perpisahan,
yang menyelesaikan salam perpisahan,
dengan lima belas kelas,
empat ratus lima puluh murid,
dalam waktu delapan menit !
Biar murid - murid tidak kepanasan terjemur,
katanya.

Adalah ibu A Cin,
yang sekali lagi harus ku-minta-i maaf,
karena aku jahil,
men-shoot ibu sedang nangis,
menyimak dengan haru,
ucapan perpisahan dari rekan guru,
di siang hari itu,
di acara purnabakti dengan yayasan itu.


Adalah ibu A Cin,
yang akan pergi ke Lourdes,
mencari mukjizat,
bersyukur untuk hidup ini,
kepada Yang Maha Pengasih.
Semoga hari - hari nanti,
adalah hari penuh puji dan kasih. 



Adalah ibu A Cin,
yang harus kuberikan terima kasih,
karena mewariskan kursi di ruang guru,
untuk kutempati,
biar tak lelah lagi memanggul ransel,
tas yang penuh tanggung jawab,
yang ingin kuisi dengan dedikasi,
dan karya bakti,
yang ingin kutiru dari ibu,
selama tiga puluh enam tahun mengabdi,
selama ini.
Hidup dedikasi !