Jumat, 06 April 2012

In Memoriam : Bruder Heribertus, BM

Ingatan berputar kembali ke tujuh bulan lalu.
Ketika itu Bruder Heri berjalan santai
melintasi lapangan upacara SMP BM.
Tak terlihat penampilan aristokrat,
gaya flamboyan ataupun professor,
gaya selebrities ataupun atlet.
Terlalu sederhana untuk  penampilan seorang bruder
yang pernah menjadi kepala sekolah sd,
yang dulu pernah mengajar
di SD Budi Mulia Pangkalpinang selama 2-3 tahun.
Perkenalan kami pun sekilas saja,
"Heri", jawab bruder ketika kutanya namanya.
Sederhana saja.

Kemudian, hari - hari selanjutnya,
kami hanya bertegur sapa selintas di tempat parkir motor.

Ingatan berputar kembali,
ketika itu kami menyaksikan murid smp
sedang senam pagi setiap jumat.
Komentar Bruder Heri :
di Jakarta tak ada acara seperti ini.

Ingatan berputar sekali lagi,
waktu kami bertemu di ruang tata usaha SD,
dan ada celetukan
tentang gula pasir yang habis,
minta o b yang membeli,
bruder lalu bercanda :
tak usah beli,
di sini sudah ada gudang gulanya.
Ah, ternyata bruder menderita diabetes.

Ingatan meluncur lagi,
saat itu adalah hari pertama kami mengikuti seminar
dari Bruder Bambang.
Ketika itu kutanya,
apa masih minum propolis madu,
dan jawabannya : masih.
berarti kesembuhan adalah tujuan,
bukan pelengkap.

Ingatan meluncur lagi dan lagi,
ada suatu hari,
ketika mampir di kantor guru SMP,
dan bruder menawarkan kolak singkong
yang sudah tersedia sepanci penuh,
yang manis dan enak,
dan maafkan aku, bruder,
karena saat itu aku bertanya dalam hati,
apakah bruder juga makan kolak ini ?
Penderita diabetes harus menghindari yang manis legit seperti ini.

Ingatan terus meluncur,
betapa terkejutnya aku ketika melihat
Bruder Edu mengajar agama di SMP
menggantikan Bruder Heri,
ternyata,
Bruder Heri bermasalah dengan matanya,
dan sedang dirawat di rumah sakit di Yogya,
demikian ceritera dari Bruder Vinsen.

Ingatan meluncur lagi sampai ke dua bulan lalu,
betapa gembiranya melihat bruder sudah sehat
walau kurus,
kembali mengajar di SMP.
Lalu terdengar kabar bruder masuk bhakti wara
karena luka di kaki,
lalu,
terdengar kabar duka di pagi hari,
di hari kamis yang sibuk :
sang sederhana sudah kembali
ke pangkuan Bapa di alam Ilahi.

Dan inilah kata hati,
untuk mengantar bruder
setelah dua hari menemani dalam kebisuan :
Rest in Peace, bruder,
Senang bisa seiring sejalan sejenak,
Gembira dapat bertemu bruder
yang mampir di kehidupan ini.
Rest in Peace, Bruder Heri, Rest in Peace.
Requiem in pacem.


(ditulis di malam Jumat Agung, menjelang Paskah 2012)