Sabtu, 05 Mei 2012

Anak panah patah

Puisi ini di-ilham-i oleh kepergian ananda Hubertus Theo Kristanto, dalam usia 3 tahun 1 bulan, pada Minggu 23 April 2012.
Puisi ini dimuat setelah mendapat ijin dari bu Lusia Warjanti, ibunda Theo dan tentunya juga pak Abu, ayahanda Theo.  
Teriring lantunan doa untuk ananda Theo. 

Sebatang anak panah
sudah di genggaman
dipasang di tali busur
siap dilepaskan menuju hari esok
tiba - tiba patah
di tengah jepitan jari cinta
yang mengusap dengan mesra.

Sebatang anak panah
sudah patah,
jatuh ke telapak kaki,
bunyinya berdenting satu kali
menusuk gendang telinga
apakah ini bukan mimpi ?


Sebatang anak panah
sudah patah,
tergeletak di hati,
riuh gelaknya masih terngiang
menggores kenangan di hati
lamat - lamat terasa perih.


Sebatang anak panah
sudah patah,
disimpan di dalam kesemestian,
meninggalkan tapak tanya tak terduga
mengapa ini mesti terjadi ?
Sebatang anak panah
sudah patah,
serpihannya menusuk telapak kaki,
hikmah apa yang terlihat selama ini ?
men-syukur-i kebersamaan selama tiga tahun ini ?
merelakan keterikatan dunia kepada Sang Ilahi ?

Sebatang anak panah
sudah patah,
dan doa ketabahan
membumbung tinggi
ke hadirat Sang Pemilik Sejati.

Sebatang anak panah
sudah patah,
biarkan hati yang mengkaji
semua kehendak Ilahi.

Sebatang anak panah
sudah patah...