Tampilkan postingan dengan label Di luar sekolah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Di luar sekolah. Tampilkan semua postingan

Senin, 04 April 2011

Chin Min pertama (lagi)

Tiga puluh tahun lebih telah berlalu,
dulu, Chin Min adalah saatnya
menginap di rumah Nenek,
bangun di subuh hari jam 4,
sarapan sepotong roti marie, 
secangkir teh tawar panas,
dan menunggu truk yang datang menjemput,
berdesakan di bak truk,
bersama famili lain,
                                                      menuju Ngi Chiung.
                                                      Dan hari itu berarti,
                                                      bolos sekolah.

Sekarang,
setelah lama berlalu,
Chin Min pertama (lagi) dijalani.
Tetap harus bangun di subuh hari,
sarapan sekedarnya,
mandi secepatnya,
menikmati perjalanan,
dan tidak bolos mengajar,
karena memilih hari minggu.


Memasuki kompleks Ngi Chiung
adalah memasuki kompleks kemeriahan
karena lampion menyambut sepanjang boulevard,
dengan sekian tiang beton baru,
berkepala tiga lampu sorot,
dan lalulintas yang macet
karena jalan sempit disumbat parkir mobil,
semuanya dinikmati
dengan kesabaran dan tenggang rasa,
tak ada batas waktu yang dikejar,
tak ada matahari yang harus didahului terbitnya.

Suasana yang terasa,
saling menyapa dengan senyuman,
masing - masing dengan urusannya,
menata dan menjaga sesaji,
sambil berdoa,
semoga tenang di alam baka,
inilah bukti bakti dan hormat dari saudara,
anak dan cucu,
dan termenung sejenak,
mengenang masa lalu ketika masih bersama,
mungkin menyesali yang tidak sempat diucapkan,
kata yang tercekat di ujung lidah,
sikap cinta yang tidak dilakukan,
ketika masih bisa bertegur sapa,
dan sedikit rasa penyesalan menyergap,
menusuk pilu di relung perasaan.


Chin Min adalah refleksi diri,
ketika memandang kuburan terlantar,
tak diketahui ahli warisnya,
mengira - ngira sejarah yang telah lalu,
membantu mengirim doa ke Yang Maha Kasih,
semoga yang terlupakan,
menemukan kebahagiaan di sana,
di suatu tempat,
                                                     di suatu waktu.

Chin Min adalah tradisi,
yang semoga lebih baik lagi di tahun depan,
ketika masih diberi kesempatan,
karena kita tidak tahu di esok hari,
apakah bisa seperti ini lagi,
atau kita malah kembali,
ke haribaan sang Maha Pengasih,
berserah diri.


Chin Min menjadi reformasi,
menohok kesadaran diri,
rekonsiliasi dengan diri sendiri,
untuk meningkatkan diri,
lebih baik lagi.
Dan lagi.

Sabtu, 05 Februari 2011

Ko Ngien pertama ( lagi ) 2562

Sudah berapa tahun berlalu ?
Seberapa banyak ingatan terpaku ?
Ini Ko Ngien pertama lagi,
di Pinkong,
setelah 30 tahun berlalu.





Seberapa banyak kenangan dahulu
yang masih diingat kini ?
Lamat - lamat hanya ada sedikit rindu,
tentang tambur yang bertalu,
tentang musik yang bergemerincing,
tentang fung pao yang seperlunya,
tak ada rasa rindu.



Seberapa meriah Ko ngien sekarang ?
tidak seperti dulu,
hanya ada acuh tak acuh,
jalanan yang sepi,
waktu yang terus berlalu,
hujan yang berderai acap kali,
banyak hal sudah berlalu,
tidak seperti dulu.


Seberapa baru hati kita bertalu ?
tak ada yang tahu,
hanya pakaian kita yang baru,
kue yang masih seperti dulu,
semestinya ada pemikiran baru,
kesadaran baru,
tentang arti tahun baru.



Kiung Hi Sin Ngien,
Selamat Tahun Baru.
Sin Nien Khuai Le'.
Happy New Year.

Sabtu, 01 Januari 2011

Happy New Year, Mr. Helen !

Hari Jumat, 31 Desember 2010,
sehari menjelang pergantian tahun.
Hari yang biasa saja di Pangkalpinang,
cuaca cerah, angin bertiup agak kencang.
Kegiatan hari ini biasa saja,
jaga warung,
baca koran,
ambil ponsel yang diservis,
copy mp3 di rumah tetangga,
sortir foto dan video di harddisk,
harddisk-nya sudah penuh.


Malam hari,
jalanan di depan warung, sepi,
seperti malam laga final aff,
ah, tutup warung,
sudah waktunya,
letusan suara kembang api mulai terdengar,
dua jam kemudian,
anakku ke loteng,
membakar kembang api dengan adikku,
'orang rumah' asyik selancar di fo sau buk,
menonton sinetron korea di youtube,
aku ?
tidur ayam.
Pas jam 24.00
dari arah lapangan merdeka,
letusan suara kembang api silih berganti,
mengapa orang mau membakar duit
secara tidak langsung ?
Duitnya berlebih barangkali.



Happy New Year 2011, Mr. Helen !
Selamat menempuh Tahun Baru, pak guru.
Happy always.
Semangat baru,
Harapan baru,
Kejujuran baru,
Kasih baru, 
Syukur terus menerus,
Iman yang terus tumbuh,
                                                      selalu.

Jumat, 10 September 2010

Tiga keping iman

Di suatu pagi
hari minggu 18 juli 2010.
di katedral santo yosef.
di pinggir barisan bangku
duduk kami bertiga,
menunggu misa dimulai,
menyisakan satu tempat duduk
di samping kananku.


Seorang bapak berbaju batik,
bergegas menyelip di sampingku.
tak berbasa basi.
karena misa sudah dimulai.

Mulanya semua berjalan seperti biasa,
sampai doa Anak Domba Allah,
sang bapak mengeluarkan cawan datar,
berlapis warna emas dengan tutupnya.
melapnya dengan kain putih,
meletakkan cawan di telapak kirinya
dan berbaris menghampiri prodiakon.

Ketika sampai gilirannya,
terucap permintaannya,
dua eh... tiga hosti diminta.
Pro diakon memenuhinya
tanpa banyak tanya,
mungkin sudah kenal,
mungkin sudah terbiasa,
mungkin tak mau banyak debat
dan membuat keributan.

Satu hosti ditelan,
dua tersimpan di cawan.

Kembali ke bangku,
doa dipanjatkan,
tanpa perlu duduk,
cawan dibungkus kain
dengan takzim
dan berlalu pulang,
padahal misa belum usai.

Tuhan,
ada apa ?
Apakah sekeping tubuhMu tidak cukup untuknya,
dan dia perlu stok untuk acara lain di hari minggu ini ?
Atau,
dua keping iman itu
untuk yang sakit di rumah,
dan untuk yang menemani si sakit ?
Karena si sakit tidak dapat mengikuti misa,
jadi boleh diwakili ?

Anakku yang berusia sepuluh tahun
berbisik :
wah, hostinya bisa jadi darah lho...
Karena dia teringat cerita pastur
di Lingkungan dulu,
bahwa ada seorang bapak yang nakal,
menerima hosti
tapi tidak ditelan,
hanya dikantongi di saputangan,
dan ketika sampai di rumah,
hosti menjadi darah,
dan bapak nakal menjadi setengah gila.

Ah,
tiga keping iman untuk sang bapak,
semoga berguna,
dan menyadarkan,
walau secara liturgi tidak boleh,
tapi...
que sera - sera,
ad maiorem Dei gloria.

Rabu, 11 Agustus 2010

Biji Sesawi di atap Katedral


   

Sebatang tunas,
tumbuh di atap Katedral Pangkalpinang,
terselip di jepitan atap seng.
Apakah ini biji sesawi,
seperti di bacaan Injil ,
yang mengingatkan kita ,
tentang iman yang harus bertumbuh,
bertunas dan berbuah ?
Atau iman itu akan mati,
karena tidak mendapat 'nutrisi',
hanya atap seng tandus yang menghidupi...